Sisi Gelap Dubai – Dubai, kota megah yang dikenal dengan gedung-gedung pencakar langitnya yang megah, pusat perbelanjaan mewah, dan type hidup serba glamor, sering kali dipandang sebagai surga bagi para wisatawan dan investor. Tapi, di balik kilau emas dan kemewahan itu, ada sisi gelap yang jarang dibahas. Apa aja sih yang nggak banyak orang mengetahui berkenaan Dubai? Yuk, simak https://vergemotorsports.com/!

1. Kesenjangan Sosial yang Mencolok

Mungkin anda pikir seluruh orang di Dubai hidup kaya raya, kan? Well, nggak juga. Dubai memiliki banyak pekerja migran berasal dari India, Pakistan, Filipina, dan negara-negara lain yang bekerja di sektor konstruksi, kebersihan, atau lebih-lebih di hotel-hotel bintang lima. Mereka bekerja di bawah keadaan yang sangat berat dengan gaji yang nggak seimbang dengan apa yang mereka lakukan. Bahkan, ada yang bilang mereka tinggal di “kondisi dormitory” yang super sempit dan tidak cukup layak.

Para pekerja ini nggak memiliki banyak hak. Mereka sering dipaksa bekerja lembur tanpa bayaran tambahan dan harus mengirimkan lebih dari satu besar gaji mereka ke keluarga di kampung halaman. Jadi, pas orang-orang kaya Dubai menikmati panorama mewah, ada ribuan orang yang hidup di dalam bayang-bayang kerasnya kehidupan di balik layar.

2. Bukan Semua Orang Bisa Bebas Bicara

Dubai sebenarnya kondang dengan kebebasannya di dalam banyak hal, namun ada batasnya, loh. Kalau anda ngomong soal politik, agama, atau lebih-lebih kritik pada pemerintah, hati-hati! Pihak berwajib di Dubai sangat peka soal ini, dan sanggup langsung mengintervensi kalau link mahjong ada yang diakui “mencemarkan nama baik negara” atau “menyebarkan kebencian”. Bahkan tulisan di sarana sosial sanggup berujung ke masalah hukum, juga denda atau penahanan.

Makanya, kendati ada kebebasan sarana sosial, selalu aja harus berhati-hati dengan apa yang anda share. Ketidakberhasilan mematuhi undang-undang ini sanggup membuat anda terjebak masalah yang serius, lho.

3. Diskriminasi Terhadap Wanita dan LGBT

Di Dubai, kendati kota ini muncul modern, budaya konservatif selalu kental. Masih banyak ketetapan yang menghambat kebebasan wanita. Wanita yang bepergian sendirian, misalnya, sanggup mendapatkan perhatian yang nggak diinginkan berasal dari orang asing. Selain itu, mereka juga sering harus mengikuti ketetapan kenakan pakaian yang ketat, kendati sekarang ini udah ada sedikit pelonggaran.

Nah, soal komunitas LGBT, kendati udah ada sedikit penerimaan secara sosial, orientasi seksual tidak cuman heteroseksual tetap diakui ilegal di Dubai. Gay atau lesbian yang terbuka dengan identitas mereka sanggup hadapi masalah hukum. Bayangin aja, kalau anda ke Dubai dan ternyata anda adalah bagian berasal dari komunitas LGBT, anda harus sangat berhati-hati di dalam bertindak.

4. Buruknya Lingkungan Kerja

Mungkin anda mikir Dubai itu negara yang kaya dan teknologi canggih, namun nggak banyak yang mengetahui kalau lingkungan kerja di sini sanggup sangat brutal. Para pekerja migran yang bekerja di proyek-proyek besar sering dihadapkan dengan beban kerja yang sangat tinggi, pas kerja yang panjang, serta tekanan berasal dari atasan. Kondisi ini membuat banyak orang merasa terjebak di dalam “lingkaran setan” pekerjaan.

Bahkan, selama tahun-tahun pembangunan proyek besar seperti Burj Khalifa, banyak laporan yang menyatakan kalau ada pekerja yang jatuh sakit atau lebih-lebih meninggal gara-gara kelelahan dan kurangnya perhatian pada keselamatan kerja. Jadi, di balik bangunan megah tersebut, ada banyak nyawa yang terabaikan.

5. Ketergantungan pada Hidrokarbon

Meskipun Dubai pas ini udah mengupayakan untuk jadi pusat teknologi dan pariwisata internasional, sebenarnya kota ini tetap sangat tergantung pada penghasilan berasal dari minyak dan gas. Banyak orang nggak mengetahui kalau seluruh perkembangan ekonomi ini sebenarnya didorong oleh industri minyak yang menggerakkan hampir seluruh sektor di Dubai.

Jika harga minyak dunia turun, Dubai sanggup mengalami dampak yang sangat besar. Jadi, kendati mereka nampak seperti negara yang udah maju, mereka selalu terikat pada pasar minyak international yang kadang nggak sanggup diprediksi.

6. Permasalahan Lingkungan dan Air

Kota ini kondang dengan cuaca panas yang ekstrem. Bahkan sanggup meraih 50°C di musim panas! Akibatnya, Dubai sangat tergantung pada teknologi desalinasi air untuk menyediakan air bersih bagi penduduknya. Proses ini sebenarnya efektif, namun juga sangat mahal dan menyebabkan kerusakan lingkungan. Selain itu, pemanfaatan air yang berlebihan untuk sarana mewah seperti kolam renang pribadi, lapangan golf, dan air mancur megah juga menambah tekanan pada pasokan air yang terbatas.

Kondisi ini juga membuat Dubai berisiko pada masalah lingkungan jangka panjang, seperti krisis air atau lebih-lebih rusaknya ekosistem yang lebih luas.

7. Budaya Konsumerisme yang Berlebihan

Dubai bisa saja surga bagi para shopper, namun ada sisi gelap berasal dari budaya konsumerisme yang ada di sana. Masyarakat, lebih-lebih para ekspatriat, sering terjebak di dalam type hidup materialistis yang didorong oleh iklan-iklan glamor dan brand-brand mahal. Banyak orang yang bekerja keras untuk membeli barang-barang mewah demi perlihatkan standing sosial mereka.

Namun, banyak juga yang merasa tertekan untuk selalu mengikuti standar hidup yang tinggi ini. Terlalu banyaknya kemewahan justru sanggup menyebabkan orang merasa kehilangan jati diri dan terjebak di dalam type hidup konsumtif yang nggak sehat.